Foto: Ilustrasi (Batu bara)
Radar-87.com, - Harga batu bara kembali mengalami perubahan, hal itu disebabkan sentimen positif dari China terkait pembangkit listrik bertenaga batu bara meningkat, Jumat (17/1/2025).
Harga batu bara Newcastle untuk Januari 2025 naik US$ 2,55 menjadi US$ 117,25 per ton. Sedangkan Februari 2025 terkerek US$ 3,65 menjadi US$ 119,75 per ton. Sementara itu, Maret 2025 melesat US$ 3,35 menjadi US$ 121,6 per ton.
Sementara itu, harga batu bara Rotterdam untuk Januari 2025 naik US$ 1,7 menjadi US$ 108,9. Sedangkan, Februari 2025 menguat US$ 1,3 menjadi US$ 107,5. Sedangkan pada Maret 2025 meningkat US$ 14 menjadi US$ 106,15.
Dikutip dari Reuters, generasi listrik berbasis batu bara di China meningkat sebesar 1,5% sepanjang 2024, menurut data resmi yang dirilis pada Jumat (17/1/2025).
Angka ini mengejutkan banyak pihak yang memperkirakan penggunaan batu bara telah mencapai puncaknya, meskipun pertumbuhannya melambat ke level terendah dalam sembilan tahun terakhir, kecuali pada periode pandemi Covid-19.
Data ini menunjukkan tantangan besar dalam menghentikan penggunaan pembangkit listrik berbasis batu bara di tengah kebutuhan energi yang tinggi untuk industri dan upaya elektrifikasi ekonomi China.
Berikut Pendorong Kenaikan Batu bara.
Peng Chengyao, direktur energi dan energi terbarukan China di S&P Global Commodity Insights, mengatakan bahwa pembangkit listrik termal melebihi perkiraan awal karena pertumbuhan permintaan listrik yang lebih tinggi dari ekspektasi.
S&P sebelumnya memproyeksikan bahwa energi terbarukan akan mencukupi sebagian besar peningkatan permintaan listrik pada 2024.
Laporan International Energy Agency (IEA) pada 2023 juga memperkirakan penurunan konsumsi batu bara di China karena adanya peningkatan signifikan pada pembangkit listrik tenaga air, surya, dan angin.
Namun, peneliti senior di Asia Society Policy Institute Lauri Myllyvirta menyebutkan, pertumbuhan permintaan listrik pada 2023 dan 2024 jauh di atas norma historis, melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) akibat ketergantungan yang tinggi pada industri energi intensif untuk mendorong pertumbuhan.
Myllyvirta juga mencatat bahwa setelah lonjakan 11% pada Januari-Februari, pembangkit listrik berbasis batu bara tetap datar pada Maret-November. “Jadi, jika melihat angka sepanjang tahun, ada perubahan signifikan yang tersembunyi,” ujarnya.
Pada Desember saja, output pembangkit listrik termal turun 2,6% secara tahunan menjadi 827 miliar kWh. Analis juga menyoroti bahwa pertumbuhan pembangkit listrik termal sepanjang tahun disebabkan oleh output tenaga air yang lebih rendah dari perkiraan selama musim panas yang sangat panas.
Sementara itu, produksi batu bara Indonesia tahun ini diperkirakan akan terus melanjutkan tren rekor yang dicapai pada tahun sebelumnya, didorong oleh permintaan kuat dari China dan pengguna domestik. Hal ini disampaikan oleh Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI),
(Radar-87.com)